Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan pasal 1 (a), Bank adalah "Lembaga Keuangan
yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang, sedangkan Lembaga Keuangan (financial
institution) itu sendiri menurut UU tersebut adalah semua badan yang melalui
kegiatan-kegiatan di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkannya ke
dalam masyarakat". Di samping bank, kita masih mengenal Lembaga Keuangan
Bukan Bank (LKBB) seperti leasing company.
Definisi
yang diberikan oleh UU Perbankan Indonesia yang paling baru, yaitu UU No. 7
tahun 1992 pasal 1 (1) menyebutkan bahwa "Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".
Definisi yang diberikan oleh Undang-undang baru ini tidak banyak berbeda dengan
yang lama. Hanya di definisi baru ini fungsi sosial bank ditekankan, yaitu bank
harus ikut berperan aktif dalam usaha peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 4 yang mengatakan bahwa perbankan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Pada dasarnya, bank adalah lembaga perantara antara sektor yang kelebihan dana
(surplus) dan sektor yang kekurangan dana (minus). Bank menerima
simpanan dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana (misalnya dalam bentuk
tabungan atau deposito) dan menyalurkannya ke pihak-pihak yang memelurkan dana
dalam bentuk pinjaman. Atas dana yang ditempatkan di bank oleh si surplus, ia
menerima tingkat pengembalian tertentu dari bank sebagai imbalannya, yang
dikenal dengan nama bunga (interest). Pada sisi yang lain, si minus yang
menggunakan dana dari bank harus membayar bunga juga kepada bank. Laba Bank
diperoleh dari selisih bunga yang diterima (dari pemberian kredit) dengan bunga
yang dikeluarkan (untuk para Deposan dan Penabung). Karena memperoleh suntikan
dana dari bank berupa kredit, maka sektor minus dapat mengadakan investasi baru
dan/atau membiayai modal kerja.
Menurut UU No. 14 tahun 1967, berdasarkan fungsinya, bank dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yakni :
1. Bank Sentral, yaitu Bank
Indonesia seperti yang diatur oleh UU No. 13 1968. Bank Indonesia memiliki
tugas pokok membantu pemerintah dalam hal :
·
Mengatur, menjaga dan memelihara
stabilitas nilai rupiah ;
·
Mendorong kelancaran produksi dan serta
memperluas kesempatan kerja ;
2. Bank Umum, yaitu Bank
yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan
deposito, dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. Contoh :
Bank Bali, Bank Duta, BCA, Bank Niaga, Bank Panin, Bank Lippo, dan lain-lain.
3. Bank Tabungan, yaitu
Bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk
tabungan, dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam kertas
berharga. Contoh : Bank Tabungan Pensiunan Nasional.
4. Bank Pembangunan, yaitu Bank
yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito
dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang, dalam
usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang
pembangunan. Contoh : Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia) dan BPD (Bank
Pembangunan Daerah).
Sifat
Industri Perbankan
Sebagai salah satu sub-sistem industri jasa
keuangan, Bank disebut sbg jantung atau motor penggerak roda perekonomian suatu
negara. Jika perbankan mengalami keterpurukan hal ini adalah indikator
perekonomian Negara yang sedang sakit. Industri perbankan adalah industri yang
sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat adalah
segala-galanya bagi Bank. Begitu masyarakat tidak percaya pada Bank, bank akan
menghadapi “rush” dan akhirnya gulung tikar. Di AS pada abad 19-20, setiap 20
tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan (Lash,
1987:8). Karena dua sifat khusus tersebut, industri perbankan merupakan industi
yang sangat diatur oleh pemerintah. Revisi serta ekonomi dan fungsi perbankan
dalam perekonomian Negara serta kepercayaan masyarakat yang harus di jaga.
Dua
sifat khusus industri perbankan:
1.
Sebagai salah satu sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut sebagai
jantung atau motor penggerak roda perekonomian suatu negara, salah satu leading
indikator kestabilan tingkat perekonomian suatu negara. Jika perbankan
mengalami keterpurukan hal ini akan terjadi indikator perekonomian negara yang
bersangkutan sedang sakit.
2.
Industri perbankan adalah suatu industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan
masyarakat. Kepercayaan masyarakat adalah kepercayaan yang segala-galanya bagi
bank.
Pada
dua sifat khusus industri perbankan tersebut, industri perbankan adalah
industri yang sangat banyak diatur oleh pemerintah. Revisi serta penegakannya
harus dilakukan sangat hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi
perbankan dalam perekonomian negara serta kepercayaan kepada masyarakat yang
harus dijaga.
Fungsi Bank
1.
Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a.
Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu
pendirian.
b.
Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan
seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c.
Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana
yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat
ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah
mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu
penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.
2.
Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan
harta tetap.
3.
Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran
uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang,
inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Adapun
secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of
develovment dan agen of services.
1.
Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang
diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha.
Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber
pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit.
Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus
benar-benar teliti
1.
Agent Of Trust
Yaitu
lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah
kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana.
Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi
kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak
penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus
berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam
keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi
penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
2.
Agent Of Development
Yaitu
lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa
penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi
barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi
tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan
investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan
perekonomian suatu masyarakat.
3.
Agent Of Services
Yaitu
lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan
kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa
perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat
kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Peran Bank
Dalam
menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan,
yaitu :
1.
Pengalihan Aset (asset transmutation)
Yaitu
pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana
yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang
jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal
ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender)
kepada unit defisit (borrower).
2.
Transaksi (transaction)
Bank
memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi.
Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari
transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro,
tabungan, depsito, saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat
digunakan sebagai alat pembayaran.
3.
Likuiditas (liquidity)
Unit
surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk
berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut
masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn
likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan
likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya
kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4.
Efisiensi (efficiency)
Peranan
bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah
produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang
saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric
information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran
bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu
jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling
berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi
efisiensi biaya ekonomi.
PERAN BANK INDONESIA
DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai
otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia
tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga
stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap
stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar
yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah
satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan
sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem
keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan
juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya,
bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan?
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama,
Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang.
Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap
berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga
yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu
pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank
Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation
targeting framework.
Kedua,
Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan
yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti
itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah
terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang
efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan
dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement)
harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk
melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan
terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan
secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi
Basel II.
Ketiga,
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila
terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem
sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan
mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan
risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan
yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan
untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat
lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas
dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat,
melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya
akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima,
Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring
pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender
of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank
Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari
terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup
penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard.
Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Deregulasi perbankan
yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya:
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito.
Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit.
Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang
minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian
ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88
boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik
Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka
seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan
yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota.
Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional
diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh
bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank
kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu
dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di
Indonesia.
Banyaknya jumlah bank
membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan
juga semakin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari
untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet
menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang
mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya
adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan
mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan.
Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas
perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian
kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket
itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma
atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum
Majapahit.
Setelah itu, lahir UU
Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada
25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun
1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan
berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal
pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing.
Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan
pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi
berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di
bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi
sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan
koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan
Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan
kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa
bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy
ratio)– atau perimbangan antara modal sendiri dan aset -sesuai dengan ketentuan
adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah
ketentuan loan to deposit ratio (LDR). Aturan yang terakhir diluncurkan adalah
Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI
pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat
menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah
atau bahkan nyaris pailit.
Sumber :
http://mosof.blogspot.com/2014/02/perbankan-pengertian-dan-klasifikasi.html